Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cara Memanage Waktu Oleh Para Ulama


 

Tidak ada yang paling semangat dalam menjaga waktunya kecuali para ulama. Segala aktifitasnya tidak akan disia-siakan untuk mendapatkan ilmu walaupun itu secuil. Warna warni kehidupan para ulama di hiasi dengan mencari ilmu yang dilakukan terus-menerus, karena mereka tidak ingin waktunya sia-sia. Tidak jarang mereka berlomba-lomba dalam memanfaatkan waktu. Hal ini berbanding jauh dengan generasi sekarang yang sangat tidak menghormati waktu. Terlebih lagi, di tengah bencana alam berupa penyebaran virus covid-19 setidaknya kita mampu memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Contohnya saja kita bisa memanfaatkan waktu dengan menulis berbagai karya yang kita mampu, memperbanyak membaca untuk menambah wawasan, memperbanyak membaca dan menelaah al-Qur’an, dan memperbanyak beribadah kepada Allah swt.

Penulis disini akan menunjukan berbagi keadaan yang dilakukan oleh para ulama demi menjaga waktunya.

1. Hammad bin Salmah yang Kegiatanya Hanya Meriwayatkan Hadis, Membaca, dan Bertasbih atau Shalat

Dalam kitab Tadzkiratul Huffazh, al-Hafidz Dzahabi menyebutkan tentang biografi Imam Ahli Hadis Hammad bin Salamah al-Bashri al-Bazzaz al-Khiraqi, “Beliau merupakan seorang imam ahli hadis yang jago akan nahwu, keteladanan dan juga Syaikhul Islam”. Hammad bin Salamah dilahirkan pada tahun 91 H, dan beliau wafat pada 167 H. Beliau merupakan ulama yang cerdas jan juga ulama yang pertama kali menyusun berbagai bentuk karangan bersama Ibnu Abi Arubah. Beliau sangat pandai dalam bidang bahasa Arab, Fiqih, Fasih, orator dan juga merupakan Ahlussunnah. Disisi lain yang tidak kalah penting adalah beliau merupakan ulama yang sangat taat beribadah.

Aburahman bin Mahdi yang merupakan muridnya pernah mengatakan “Jika ada orang yang mengatakan kepada Hammad bin  Salamah “Engkau akan meninggal besok, niscaya beliau tidak akan mampu lagi menambah amalnya (dikarenakan amalnya yang sudah banyak)”.

Kisah lain tentang Hammad bin Salamah juga pernah dituturkan oleh Musa bin Isma’il at-Tabudzaki “ Jika aku mengatakan kepada kalian bahwa Hammad bin Salamah itu tidak pernah tertawa, maka apa yang aku katakan merupakan kebenaran. Beliau merupakan ulama yang sangat sibuk, waktunya hanya dipergunakan untuk membaca, meriwayatkan hadis dan beribadah, itulah pembagian malam dan siang yang dilakukan oleh Hammad Bin Salamah.”

2. Tahanlah Matahari Baru Aku akan Ngobrol denganmu

Ada sebuah riwayat dari Amir bin Abdi Qais yang merupakan salah seorang tabi’in yang zuhud, kemudian ada seorang pria yang berkata kepadanya “Ayok ngobrolah denganku”. Lalu Amir bin Abdi Qa’is menjawab “Coba tahanlah matahari (hentikan perputaran matahari, jangan samapi berputar, baru aku mau ngobrol denganmu). Karena yang perlu diketahu, bahwa waktu itu akan senantiasa bergerak maju dan merayap serta setelah berlalu ia tidak akan kembali lagi. Maka kerugian yang tidak dapat dicarikan penggantinya dan kompensasinya adalah kerugian yang menyia-nyiakan waktu. Karena setiap waktu yang berjalan membutuhkan amal perbuatan sebagai isinya”.

3. Siang dan Malam Selalu Bekerja untuk Anda, Maka Bekerjalah Anda Saat Keduanya Ada

Seorang Ulama yang terkenal dengan lemah lembutnya, santunya, baik hatinya dan kedermawanya, yaitu Umar bin Abdul Aziz, pernah berkata “ Sungguh siang dan malam senantiasa bekerja untuk anda, maka hendalah anda bekerja saat keduanya ada”.

Ini merupakan motivasi dari Umar bin Abdul Aziz untuk senantiasa memaksimalkan waktu. Waktu ada hanyalah untuk kita, maka kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu tersebut. Gunakan waktu itu dengan sebaik-baiknya.

4. Waktu Terberat Bagi Khalil bin Ahmad Adalah Waktu Makan

Dalam kitabnya Abu Hilal al-Asykari yang berjudul al-Hatstsu ‘ala Thalabil ‘Ilm wal Ijtihad fi Jm’ihi, hal. 87. “ Khalil bin Ahmad al-Farahidi al-Bashri adalah merupakan salah seorang ulama yang paling cerdas, yang lahir pada tahun 100 H dan wafat pada tahun 170 H. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat kepadanya.  Beliau pernah berkata “Waktu yang paling berat bagiku adalah waktu makan.” Allahuakbar, bagaimana tidak dunia ini sangat bermanfaat yang begitu besar cintanya kepada ilmu. Sampai-sampai waktu makan saja merupakan waktu terberat baginya.

5. Abu Yusuf Mencintai Ilmu Sampai Waktu Meninggalnya

Saat akan meninggal, Abu Yusuf masih sangat disibukan membahas soal fiqih. Lihatlah Imam Abu Yusuf al-Qadhi (Ya’kub dan Ibrahim al-Anshari al-Khufi al-Bagdadi). Beliau dilahirkan pada tahun 113 H dan wafat pada tahun 182 H. Semoga Allah saenantiasa melimpahkan rahmat kepadnya. Beliau merupakan teman dari Imam Abu Hanifah yang merupakan ulama besar dan imam madzab sekaligus juga merupakan muridnya, penyebar ilmu-ilmu dan madzab fiqihnya. Beliau pernah menjabat sebagi Qadhi atau hakim dimasa tiga khalifah Abasiyah yaitu al-Mahdi, al-Haadi, dan ar-Rasyid. Beliau juga yang pernah digelari sebagi Qadhil Qudhat (Hakim Agung). Bahkan beliau bergelar penghulu hakim dunia.

Konon, beliau masih tetap membahas soal fiqih, saat menjelang ajalnya, saat nafas terakhir beliau hembuskan di dunia ini, bersama orang-orang yang datang menjenguk beliau. Beliau berharap agar pelajar dan penuntut ilmu dapat mengambil pelajaran dari ilmu tersebut. Beliau tidak ingin melepaskan begitu saja saat-saat terakhir dalam hidupnya untuk tidak menggunakanya dalam mempelajari ilmu, menelaah dan mengajarkan atau mengamalkanya.

Salah seorang dari muridnya, al-Qadhi Ibrahim bin Jarrah al-Khufi, kemudian yang dikenal dengan al-Mishri mengungkapkan, “Kala Abu Yusuf sakit, aku daang untuk menjenguknya. Aku mendapati beliau sedang tidak sadarkan diri atau pingsan. Saat siuman, belau bertanya kepadaku, ‘wahai Ibrahim, bagaimana pendapatmu terkait persoalan ini?”” apakah itu layak dipertanyakan dalam kondisi seperti ini?, “Tanyaku.” Tidak apa-apa. Kita perlu mempelajarinya, karena bisa jadi karena ilmu yang demikian itu, ada oreang yang terselamatkan?,’ Jawab beliau. Lalu beliau melanjutkan pertanyaanya, ‘mana yang lebih utama saat melempar jumrah dalam haji, dengan berjalan kaki atau berkendaraan?’ ‘dengan berklendaraan, ‘jawabku. ‘Salah,’ ujar beliau. ‘Kalau begitu, dengan berjalan kaki,’ Jawabku lagi. ‘Masih salah,’ tanggap beliau.

‘Kalu begitu, samapikanlah pendapat anda dalam persoalan ini. Semoga Allah senantiasa meridhai anda. ‘Beliau menjelaskan, ‘Kalau dilokasi yang dianjurkan berdo’a, maka sebaiknya seseorang yang melempar jumrah sambil berjalan kaki. Namun ditempat yang dianjurkan untuk berdo’a, maka sebaiknya ia berkendaraan (menaiki unta dan sejenisnya)’. “Kemudian aku beranjak dari sisi beliau. Belum sampai aku ke pintu rumah, sehingga aku mendengar suara erangan beliau. Ternyata beliau sudah meninggal. Semoga Allah melimpahkan rahmatnya kepada beliau.

Demikianlah, jalan hidup para ulama dan para Syaikh terdahulu. Mereka sering menyatakan, “Menuntut ilmu dimulai dari buian hingga keliang lahat.” Oleh karena itu, di tengah krisisnya penyebaran virus COVID-19, ada baiknya kita mempergunakan waktu sebaik-baiknya di rumah saja. Dengan cara memperbanyak membaca, menulis dan menelaah ilmu yang kita pandang penting dalam kehiduoan kita. Terlebih lagi jangan samapi kita meninggalkan kewajiban kita selaku umat Islam yang senantiasa beribadah kepada Allah swt. mudah-mudahan kita senantiasa di berikan perlindungan oleh Allah swt. aamiin. Wallahu a’lam bi as-shawab

Posting Komentar untuk "Cara Memanage Waktu Oleh Para Ulama"